Budaya Tarung Suku Sasak dan Perayaan Bau Nyale, Jadi Objek Wisata Lombok


I) Peresean; Seni Pertarungan


Sebuah Budaya kesenian traditional dari masyarakat Suku Sasak yang menghuni di Pulau Lombok – NTB, sedari dulu dalam kurun waktu cukup lama dilakukan hingga sampai sekarang salah satunya adalah Peresean.


Wujud dari kesenian Peresean adalah pertarungan antara dua lelaki dengan bersenjata tongkat terbuat dari rotan dan membawa sebuah perisai untuk perlindungan.

Makna dari Peresean

Kesenian ini mempertunjukkan keahlian dalam seni bertarung seperti ketangkasan, ketangguhan dan menguji keberanian mereka.

Kesenian Peresean bermakna suatu kegembiraan yang dilakukan Suku Sasak setelah memenangkan peperangan.

Meskipun kesenian ini mengandung kekerasan, akan tetapi peserta yang mengikuti kesenian pertarungan ini harus berjiwa lapang dada, pemaaf, rendah hati dan tidak pendendam.

Kostum Kesenian Peresean

Pepadu adalah istilah yang digunakan untuk para petarung dalam Kesenian Peserean. Kostum yang dipakai oleh para Pepadu tersebut hanyalah celana, kain penutup celana, dan kain yang diikat di kepala, sedang badannya tidak mengenakan pakaian apapun.

Selain menggenggam tongkat yang terbuat dari rotan sebagai senjata oleh pepadu dalam pertarungan, pepadu juga membawa perisai sebagai alat perlindungan.


Alat Musik Yang Dimainkan Dalam Kesenian Peresean
Jenis alat musik yang digunakan dalam pertunjukan kesenian peresean diantaranya  Suling, Rincik, Simbal, Kanjar dan Gong. Alat music ini dimainkan selama acara guna mengiringi pertunjukan dan sebagai pembangkit semangat para pepadu.

Pertunjukan Peresean

Pelaksanaan pertunjukan Kesenian Peresean biasanya menggunakan lebih dari satu wasit, Pakembar Tengah adalah wasit  yang mengawasi jalannya pertandingan, dan wasit yang memilih para Pepadu disebut Pakembar Sedi.



Dalam pelaksanaannya, Kesenian Peresean memerlukan tempat yang luas, dikarenakan selain pergerakan Pepadu yang cukup lincah dan memerlukan cukup ruang dalam pertarungan, penonton yang menyaksikan juga dapat dipastikan membludak.

Sebelum acara kesenian peresean dimulai para Pepadu diberi instruksi dan diawali dengan doa agar acara Kesenian Peresean dapat berjalan dengan lancar.

Kemudian wasit akan memukul Ende dengan rotan sebagai tanda pertarungan dimulai. Pertarungan ini digelar dalam lima ronde, lama pertarungan setiap ronde masing masing berdurasi tiga menit.

Peraturan dalam pertarungan

Pertarungan yang harus dipatuhi oleh para Pepadu yang mengikuti pertarungan dalam Kesenian Peresean adalah:

1. Pepadu dilarang memukul badan bagian bawah seperti paha atau kaki
2. Pepadu diperbolehkan memukul bagian atas seperti kepala, pundak atau            punggung.
3. Setiap dari pukulan yang mengenai lawan memiliki poin masing-masing.
4. Pemenangnya diketahui dari berapa banyak poin yang didapat.
5. Pepadu yang berdarah-darah atau menyerah maka dinyatakan kalah.

Tim Medis

Dalam acara Kesenian Peserean harus didampingi oleh Tim Medis dan Obat yang digunakan adalah semacam ramuan minyak khusus, maka para Pepadu yang mengalami cidera atau luka dan berdarah kemudian diolesi minyak tersebut.

Setelah acara pertarungan selesai kemudian para pepadu bersalaman dan berpelukan, sebagai tanda damai dan tidak ada rasa dendam diantara mereka.

Sejarah Peresean

Pada awalnya Peresean dilakukan untuk latihan para prajurit dan perayaan karena memenangkan peperangan. Raja dan para prajurit mengungkapkan kegembiraan dengan merayakan Peresean ini.

Kemudian seiring berjalannya waktu Peresean kini dijadikan Kesenian tradisional bagi masyarakat Suku Sasak, dan dilakukan hingga sekarang.

Perkembangan Peresean

Dalam perkembangannya, kesenian Peresean kini juga digelar untuk menyambut para tamu kehormatan atau wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok.


Masyarakat Lombok khususnya Suku Sasak melakukan Kesenian Peresean selain untuk melestarikan Seni Budaya asli Suku Sasak juga memperkenalkan kepada Dunia agar Indonesia semakin terkenal akan Kebudayaanya.



II) Perayaan Bau Nyale


bau nyale wisata budaya lombok
Sebuah Perayaan tradisi yang berhubungan dengan kesuburan dan keselamatan dikenal dengan nama Bau Nyale. Sebuah tradisi yang dilakukan sudah turun temurun sejak dari Abad ke-16.

Perayaan Bau Nyale dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak yang tinggal berada di daerah pesisir pantai seperti di Pantai Sungkin, Pantai Kaliantan Pantai Seger, Pantai Kuta.

Perayaan Bau Nyale adalah tradisi masyarakat disekitar pantai secara bersama sama menangkap binatang nyale yang muncul di permukaan air laut pada saat dini hari hingga menjelang subuh.

Pelaksanaa Bau Nyale

Perayaan Bau Nyale dilakukan 2 kali setiap Tahun, menurut bulan purnama sesuai dengan system tanggal suku sasak, yakni hari 19 & 20 bulan 10 & 11. Kalau sesuai dengan system penanggalan nasional biasanya jatuh pada Bulan Februari & Maret.

Perayaan penangkapan Nyale dibagi menjadi 2, sesuai dengan Bulan dimana munculnya Nyale dipermukaan air Laut:  

1) Nyale Tunggak
Adalah Nyale yang muncul di Bulan ke sepuluh, dan biasanya Nyale kebanyakan muncul Pada Bulan ini, maka masyarakat kebanyakan menangkap Nyale pada saat Nyale Tunggak ini.

2) Nyale poto
Adalah binatang Nyale yang muncul di Bulan ke sebelas


Apa yang dimaksud Nyale?
Semakin penasaran dengan nama Nyale? Kok binatang laut yang satu ini sangat istimewa.

Sebenarnya nama Nyale diambil dari nama binatang laut sejenis cacing, yaitu cacing Filum Annelida yang berkembang biaknya dengan cara bertelur.

Cacing Filum Annelida ini hidup dan berkembang biak di dalam lubang lubang karang, dan muncul ke permukaan dua kali dalam setahun. Oleh sebab itu masyarakat Suku Sasak melaksanakan perayaan Bau Nyale dua kali dalam setahun.


Asal Usul Nyale Menurut Legenda Suku Sasak
Masyarakat Suku Sasak mempercayai bahwa Nyale ini bukan binatang sekedar cacing laut, akan tetapi seorang Putri Mandalika yang menjelma menjadi Nyale.

Dikisahkan Putri Mandalika yang mempunyai paras cantik dan baik hati, menjadikan banyak para pangeran dan raja jatuh hati kepada putri Mandalika.

Para Raja dan Pangeran dari berbagai kerajaan berlomba-lomba mendapatkan hati Putri Mandalika dan berniat menikahi untuk dijadikan permaisuri di kemudian hari.

Akan tetapi Putri Mandalika merasa resah dan gundah gulana dalam menentukan pilihannya, sebab jika memilih salah satu dari pangeran atau raja, maka akan terjadi peperangan dan rakyat akan menderita dikarenakan menjadi korban dari peperangan.

Kemudian Putri Mandalika memutuskan untuk berkorban dengan menceburkan diri ke laut dan berubah menjadi Nyale yang berwarna warni.

warna warni nyale budaya wisata lombok


Masyarakat Suku Sasak-Lombok sangat percaya bahwa jika mereka mengabaikan Nyale tersebut akan terkena kesialan dan kemalangan.

Mereka percaya baha Nyale-Nyale ini dapat menyuburkan tanah pertanian sehingga panen akan melimpah. Kadang Nyale ini dipergunakan juga untuk keperluan obat-obatan hingga yang bersifat magis.  

No comments:

Post a Comment